Karena radiasi pengion bisa menimbulkan bahaya yang luar
biasa, perlindungan atau proteksi radiasi sangat diperlukan agar manusia tetap
bisa memanfaatkan energi nuklir dengan resiko sekecil mungkin. Proteksi radiasi
tersebut dilaksanakan secara menyeluruh hingga detail terkecil. Bukan hanya
perlindungan terhadap manusia, tetapi perlindungan juga dilakukan terhadap
lingkungan agar tidak ada pencemaran yang bisa membahayakan.
Perlindungan terhadap radiasi tidak bisa dilakukan oleh satu
pihak saja, tetapi harus dilakukan secara serempak dengan kesadaran dari semua
pihak. Sayangnya, banyak kecelakaan nuklir yang terjadi karena penyalahgunaan
radiasi pengion. Untuk menghindari hal tersebut, dibuatlah peraturan yang
mengikat secara hukum agar dipatuhi oleh pihak yang memanfaatkan radiasi
pengion.
Karena bahaya nuklir sangat besar dan bisa berdampak pada
dunia, maka dibuatlah perjanjian dan peraturan ketenaganukliran yang mengikat
negara-negara dunia. Organisasi internasional yang mengurus masalah
ketegananukliran di dunia adalah IAEA (International Atomic Energy Agency). Peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh IAEA biasa disebut dengan statuta IAEA dan harus dipatuhi
oleh semua negara-negara yang tergabung dengan organisasi ini. Saat ini,
negara-negara yang tergabung dalam IAEA berjumlah 164, termasuk Indonesia. Tujuan
utama IAEA adalah memastikan penggunaan tenaga nuklir secara damai dan aman.
Peraturan utama yang harus dipatuhi adalah larangan menggunakan tenaga nuklir
untuk kepentingan militer, termasuk senjata nuklir.
Di Indonesia sendiri, peraturan ketenaganukliran sangatlah
banyak. Peraturan tertinggi adalah UU Republik Indonesia No. 10 Th. 1997
tentang Ketenaganukliran. Selain UU, ada juga PP pengganti UU, Kepres, dan juga
Peraturan Kepala Bapeten yang mengatur lebih detail tentang pemanfaatan tenaga
nuklir, termasuk peraturan proteksi radiasi yang harus dijalankan dan dipatuhi
oleh semua pihak. Peraturan-peraturan tersebut selalu mengalami perkembangan
dan perbaikan demi tercapainya pemanfaatan tenaga nuklir yang efektif, efisien,
aman, dan damai.
Di Indonesia ada dua badan pemerintah yang berhubungan
dengan tenaga nuklir. Yang pertama adalah badan pelaksana yaitu BATAN (Badan
Tenaga Nuklir Nasional) yang bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir,
termasuk penelitian dan pelatihan. Yang kedua adalah badan pengawas yaitu
BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional) yang bertugas mengawasi segala
pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, termasuk memastikan bahwa proteksi
radiasi dilaksanakan dengan benar.
Agar keamanan nuklir tetap terjaga, dilakukanlah pemantauan
dan pengawasan terhadap seluruh pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Semua
badan, organisasi, perusahaan, kelompok, dan apapun yang memanfaatkan tenaga
nuklir harus mendapatkan izin dari BAPETEN untuk melaksanakan usahanya,
termasuk perusahaan yang mengimpor alat pembangkit radiasi pengion, zat
radioaktif, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan tenaga nuklir. Selain
itu, semua kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir juga harus
mendapatkan izin terlebih dahulu dari BAPETEN termasuk penggunaan pembangkit
radiasi pengion dan zat radioaktif.
Para pekerja yang berhubungan dengan radiasi pengion juga
harus memiliki Surat Izin Bekerja (SIB). Pekerja radiasi terbagi menjadi OR
(Operator Radiografi) dan AR (Ahli Radiografi). Para pekerja ahli ini telah
menempuh pendidikan dan pelatihan agar bisa memanfaatkan tenaga nuklir dengan
benar dan aman. Mereka juga telah mengetahui resiko, dampak, dan konsekuensi
dari penggunaan radiasi pengion sehingga mereka bertanggung jawab atas diri
mereka sendiri, perusahaan, lingkungan sekitar, dan negara.
Untuk memastikan bahwa pemanfaatan radiasi pengion dilakukan
secara aman, masing-masing perusahaan dan organisasi yang memanfaatkan radiasi
pengion harus memiliki PPR (petugas proteksi radiasi) yang memiliki SIB dari
BAPETEN. PPR terbagi menjadi dua jenis yaitu PPR industri dan PPR medis. Tugas
dari PPR adalah mempersiapkan, mengawasi, memastikan, dan membuat laporan bahwa
pemanfaataan tenaga nuklir dilakukan sesuai dengan aturan proteksi radiasi yang
berlaku sehingga aman. Izin PPR memiliki tingkatan yang berbeda-beda tergantung
dari jenis pekerjaan dan lingkup tanggung jawabnya.
Pelaksanaan proteksi radiasi sendiri dilakukan dengan
berbagai hal. Pertama adalah memastikan tempat pemanfaatan radiasi pengion
sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga segala kegiatan yang akan
dilakukan ditempat tersebut aman. Sebelum ada zat radioaktif atau alat
pembangkit radiasi pengion ditempat tersebut, harus dipastikan bahwa
lingkungan, gedung, dan semua perlengkapannya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Desain ruangan, ukuran gedung, jenis dinding, ketebalan dinding,
jendela, dan pintu harus sesuai standar. Sebagai contoh, rumah sakit yang akan
menggunakan pesawat sinar-X harus menyiapkan ruang radiologi yang sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan untuk jenis pesawat sinar-X yang akan digunakan.
Personil yang akan bekerja di tempat tersebut juga harus
dipersiapkan dengan baik termasuk para pekerja radiasi dan PPR sesuai dengan
aturan yang berlaku. Selain para pekerja radiasi yang berhubungan langsung
dengan radiasi, para pekerja non radiasi yang berada disekitar tempat
pemanfaatan radiasi juga harus diberi pengetahuan keselamatan agar mereka
mengerti bagaimana menjaga diri.
Yang dipersiapkan selanjutnya adalah perlengkapan proteksiradiasi sesuai dengan jenis radiasi yang akan dimanfaatkan. Berbagai macam
perisai radiasi diperlukan supaya radiasi tidak menyebar ketempat yang tidak
seharusnya. Perlindungan terhadap para pekerja dan orang-orang yang mungkin
berada di daerah berbahaya juga dipersiapkan seperti apron, kacamata timbal,
pelindung gonad, dll.
Untuk penggunaan zat radioaktif, harus diperhatikan tempat
penempatan zat radioaktif dan alat-alat lain yang akan digunakan selama
pemanfaatan radiasi sehingga radiasinya tidak menyebar ke daerah yang tidak
diinginkan.
Jika zat radioaktif akan dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lainnya, zat radioaktif harus terbungkus dengan sempurna agar tidak ada
radiasi yang keluar dan tidak ada zat radioaktif yang tercecer. Ada berbagai
macam aturan bungkusan zat radioaktif tergantung jenis radiasi yang dipancarkan
dan kekuatan radiasinya. Cara pengangkutan juga tidak boleh sembarangan. Ada
peraturan yang harus dipatuhi sehingga tidak terjadi masalah selama
pengangkutan, terlebih untuk pengangkutan yang melewati daerah umum.
Dimanapun ada zat radioaktif dan alat pembangkit radiasi
pengion, harus selalu tersedia berbagai kelengkapan proteksi radiasi, termasuk
alat-alat pemantau paparan radiasi dan dosis radiasi yang diterima oleh para
pekerja radiasi.
Jika zat radioaktif sudah tidak bisa dipergunakan lagi
tetapi masih memiliki paparan radiasi diatas ambang batas clearance, maka zat
radioaktif tidak boleh dibuang ke lingkungan. Ada beberapa pilihan penempatan
limbah nuklir seperti fasilitas yang ada di BATAN. Namun, untuk zat radioaktif
yang dibeli dari luar negeri, negara menyarankan agar para importir membuat
kesepakatan untuk mengirimkan kembali limbah nuklir ke negara asal agar tidak
menumpuk di Indonesia.
Dalam pemanfaatan, pengangkutan, dan seluruh kegiatan lain
yang berhubungan dengan zat radioaktif, pihak yang melakukan kegiatan harus
memiliki prosedur tetap yang harus dipatuhi. Selain itu, harus ada juga
prosedur tetap keadaan darurat yang dilakukan jika terjadi kondisi darurat yang
berbahaya sehingga kerusakan dan efek negatif dari kondisi tersebut bisa
ditekan.
Seluruh kegiatan yang berhubungan dengan radiasi pengion
harus dilaporkan secara berkala kepada BAPETEN. Untuk keadaan darurat yang
berdampak luas seperti kecelakaan nuklir, harus segera dilaporkan kepada
BAPETEN.
Untuk reaktor nuklir, pelaksanaan proteksi radiasi jauh
lebih rumit lagi. Sebelum pembangunan, harus dilaksanakan studi lapangan terlebih
dahulu. Pembangunan dan pemanfaatan reaktor diawasi dengan ketat bukan hanya
oleh BAPETEN, tetapi juga oleh IAEA.
Jika proteksi radiasi dilakukan dengan benar, tepat, dan
sesuai aturan, radiasi pengion bisa dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan
umat manusia dan bahayanya ditekan seminimal mungkin.